Latar Belakang
Indonesia merupakan negara penghasil
sarang burung walet terbesar di dunia, mencapai 75 % dari kebutuhan dunia (Tim
Penulis Penebar Swadaya, 2010). Negara- negara yang menjadi tujuan ekspor
sarang burung walet dari Indonesia adalah Hongkong (Cina), Taiwan, Jepang,
Singapura, Arab Saudi, Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Belanda.
Masyarakat telah melakukan eksploitasi sarang burung walet berada di gua-gua
alam pada berbagai kawasan di Indonesia seperti di Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi dan juga Kepulauan Nusa Tenggara. Harga sarang yang tinggi mendorong
berbagai kalangan untuk memburunya. Berbagai cara telah dilakukan dalam
memungut sarang dan tidak menutup kemungkinan dalam pemungutannya cenderung
akan menurunkan populasi burung walet (Djuwantoko, 1998). Burung walet belum
dimasukkan ke dalam daftar Appendiks II yaitu (jenis satwa yang diperkirakan
mulai langka) yang perdagangannya harus melalui kuota dan diawasi secara
seksama oleh Convention on International Trade on Endangered Species of Wild
Fauna and Flora (CITES). Akan tetapi dalam Sidang Convention of the Parties
(COP ) IX di Florida, USA pada bulan Nopember 1994 disepakati ada beberapa
keputusan penting bagi perdagangan sarang burung walet (Resolution on
Conservation of Edible-nest Swiflets of Genus Collocalia ), yakni mendorong
negara- negara terkait untuk menciptakan peraturan yang mengontrol panenan
sarang burung walet liar dalam kaitannya dengan hasil panenan lestari, melalui
program pengelolaan tertata, serta menemukan cara untuk meningkatkan
partisipasi semua pihak yang bergerak dalam industri sarang burung dan program
panen lestari. Pihak-pihak yang dimaksud adalah masyarakat lokal,
pemanen/pengelola, pedagang maupun pemerintah. Sidang tersebut juga
merekomendasikan agar pengelolaan burung walet melibatkan pertimbangan aspek
lingkungan, sosial, ekonomi dan hukum yang berlaku di wilayah tersebut.
Pengelolaan burung walet juga ditujukan
untuk menjamin bahwa konservasi burung walet dan pemanenan sarang dapat
berkelanjutan. Kelestarian habitat burung walet yang asli di gua-gua pada saat
ini sudah mulai terancam (http://m. suaramerdeka.com). Faktor utama yang
menyebabkan unduhan sarang burung walet turun drastis adalah penebangan hutan
di sekitar gua yang menyebabkan jumlah pakan alami burung menjadi berkurang.
Dampak lain penebangan pohon adalah mengakibatkan perubahan suhu udara di
sekitar mulut gua, padahal burung walet hanya akan hidup jika habitatnya
bersuhu dingin dan lembab (Zuhud, dkk, 1987). Menurut MacKinnon, dkk (2000), tekanan
terhadap sumberdaya yang berharga ini terus meningkat karena pertambahan
penduduk, aksesibilitas ke gua yang semakin mudah dan perubahan tataguna lahan,
sehingga perlu pengelolaan yang bijaksana serta mempertimbangkan biologi
perkembangbiakan dan keperluan pakan bagi burung-burung walet tersebut.
Sarang burung walet
memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Di pasar Internasional akan
kebutuhan sarang burung walet masih kekurangan, apabila kita kita dapat
mengelola ataupun membudidaya sarang burung walet sangatlah menjanjikan. Sarang
burung walet memiliki manfaat yang baik untuk kesehatan, karena demikian sarang
burung walet memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Sarang burung walet
terbuat dari air liurnya (saliva). Sarang burung walet berguna untuk
menyembuhkan penyakit paru-paru, panas dalam, melancarkan peredaran darah dan
penambah stamina/tenaga.
Untuk membudidaya
sarang burung walet diperlukan beberapa langkah yang perlu dipenuhi, yaitu :
A.
Persyaratan lokasi/lingkungan
Pemilihan lokasi
kandang sangat menentukan dalam budidaya sarang burung walet :
·
Dataran rendah dengan ketinggian
maksimum 1000 m dpl.
·
Daerah yang jauh dari jangkauan pengaruh
kemajuan teknologi dan perkembangan masyarakat.
·
Daerah yang jauh dari gangguan
burung-burung buas pemakan daging.
·
Persawahan, padang rumput, hutan-hutan
terbuka, pantai, danau, sungai,rawa-rawa merupakan daerah yang paling tepat
B.
Penyiapan Sarana dan Peralatan
1. Suhu,
Kelembaban dan Penerangan
Dalam
budidaya sarang burung walet, diperlukannya keadaan gedung yang mirip seperti
gua-gua alami seperti suhu, kelembaban dan penerangan berkisar antara 24-26
derajat C dan kelembaban ± 80-95 %.
Pengaturan
kondisi suhu dan kelembaban:
a. Melapisi
plafon dengan sekam setebal 20 cm
b. Membuat
saluran-saluran air atau kolam dalam gedung.
c. Menggunakan
ventilasi dari pipa bentuk “L” yang berjaraknya 5 m satu lubang, berdiameter 4
cm
d. Menutup
rapat pintu, jendela dan lubang yang tidak terpakai.
e. Pada
lubang keluar masuk diberi penangkal sinar yang berbentuk corong dari goni atau
kain berwarna hitam sehingga keadaan dalam gedung akan lebih gelap. Suasana
gelap lebih disenangi walet.
2.
Bentuk dan Konstruksi Gedung
Pada
umumnya pembangunan sarang burung walet seperti bangunan nya dengan ukuran
besar, memiliki luas bervariasi dari 10×15 m2 sampai 10×20 m2. Perlu
diperhatikan semakin tinggi wuwungan (bubungan) dan semakin besar jarak antara
wuwungan dan plafon, makin baik rumah walet dan lebih disukai burung walet.
Satu lagi yang cukup penting rumah sarang burung walet tidak boleh tertutup
oleh pepohonan tinggi haruslah dihalaman terbuka.
Tembok
terbuat dari dinding berplester campuran semen. Pada bagian dalam sebaiknya
dibuat dari campuran pasir, kapur dan semen dengan perbandingan 3:2:1 yang
sangat baik untuk mengendalikan suhu dan kelembaban udara. Untuk mengilangkan
bau pada semen dapat disiram air setiap hari.
Tempat
melekatnya sarang-sarang burung walet pada kerangka atap dan sekat dibuat dari
kayu kayu-kayu yang kuat, tua, tahan lama/awet, dan tidak mudah dimakan rengat.
Untuk atap terbuat dari genting. Gedung walet perlu dilengkapi dengan roving
room sebagai tempat berputar-putar dan resting room sebagai tempat untuk
beristirahat dan bersarang. Lubang tempat keluar masuk burung berukuran 20×20
atau 20×35 cm2 dibuat di bagian atas. Jumlah lubang tergantung pada kebutuhan
dan kondisi gedung. Letaknya lubang jangan menghadap ke timur dan dinding
lubang dicat hitam.
C.
Pembibitan
Peternak
burung walet pada umumnya memanfaatkan dimana burung walet banyak mengitari
bangunan, untuk memancing agar lebih banyak peternak memiliki trik atau upaya
seperti menyiapkan tape recorder yang berisi rekaman suara burung Walet dan ada
pula melakukan kiat lain dengan menghasilkan sumber makanan untuk burung walet
seperti seranga-serangga kecil dengan membuat tumpukan jerami.
1.
Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Sebagai
induk walet dipilih burung sriti yang diusahakan agar mau bersarang di dalam
gedung baru. Agar burung sriti mau bersarang di gedung tersebut diperlukannya
pemancingan dengan cara memutar kaset rekaman dari suara walet atau sriti.
Pemutaran ini dilakukan sekitar pukul 16.00–18.00, yaitu waktu burung kembali
mencari makan.
2.
Perawatan Bibit dan Calon Induk
Penetasan
telur burung walet memiliki peranan sangat baik upaya memperbanyak populasi
burung walet. Telur dapat diperoleh ketika peternak sedang melakukan “panen
cara buang telur”. Panen ini dilaksanakan setelah burung walet membuat sarang
dan bertelur dua butir. Panen buang telur yaitu pengambilan sarang burung walet
kemudian telur dibuang.
Pemilihan Telur Walet
Telur yang dipanen terdiri
dari 3 macam warna, yaitu :
·
Merah muda, telur yang baru keluar dari
kloaka induk berumur 0–5 hari.
·
Putih kemerahan, berumur 6–10 hari.
·
Putih pekat kehitaman, mendekati waktu
menetas berumur 10–15 hari.
Telur walet berbentuk
bulat panjang, memiliki ukuran 2,014×1,353 cm dengan berat 1,97 gram. Ciri-ciri
telur yang baik harus terlihat segar dan tidak boleh samapai menginap kecuali
dalam mesin tetas. Telur tetas yang baik mempunyai ciri :
·
kantung udara yang relatif kecil.
·
Stabil dan tidak bergeser dari
tempatnya.
·
Letak kuning telur harus ada ditengah
dan tidak bergerak-gerak, tidak ditemukan bintik darah.
·
Penentuan kualitas telur di atas
dilakukan dengan peneropongan.
Membawa Telur Walet
Letak atau jarak ketika
membawa telur telur memiliki perbedaan, jika jaraknya dekat dapat berupa telur
yang masih muda atau setengah tua. Sedangkan jika telur jaraknya jauh,
sebaiknya berupa telur yang sudah mendekati menetas.
Saat membawa telur
walet, telur disusun dalam spon yang berlubang dengan diameter 1 cm. Spon
dimasukkan ke dalam keranjang plastik berlubang kemudian ditutup. Guncangan
kendaraan dan AC yang terlalu dingin dapat mengakibatkan telur mati. Telur muda
memiliki angka kematian hampir 80% sedangkan telur tua lebih rendah.
Penetasan Telur Walet
a.
Penetaskan telur walet pada sarang
sriti.
Pada
saat musim bertelur burung biasanya sriti tiba, gantikan telur sriti dengan
telur walet. Untuk menghindari kerusakan dan pencemaran saat pengambilan telur
dilakuakan dengan menggunakan sendok pelstik atau kertas tisu. Jika ada
kerusakan dan pencemaran dapat menyebabkan burung sriti tidak mau mengeraminya.
Penggantian
telur dilakukan pada siang hari saat burung sriti keluar gedung mencari makan.
Selanjutnya telur-telur walet tersebut akan dierami oleh burung sriti dan
setelah menetas akan diasuh sampai burung walet dapat terbang serta mencari
makan
b.
Menetaskan telur walet pada mesin
penetas
Suhu
mesin penetas sekitar 400 C dengan kelembaban 70%. Untuk memperoleh kelembaban
tersebut dilakukan dengan menempatkan piring atau cawan berisi air di bagian
bawah rak telur. Diusahakan agar air didalam cawan tersebut tidak habis.
Telur-telur dimasukan ke dalam rak telur secara merata atau mendata dan jangan
tumpang tindih.
Lakukan
pembalikan posisi telur dua kali sehari. Ketika pembalikan posisi telur,
dibalik dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan embrio. Di hari ketiga
dilakukan peneropongan telur. Telur-telur yang kosong dan yang embrionya mati
Anda sisihkan atau dibuang. Embrio mati memiliki tanda, tanda tersebut dapat
terlihat pada bagian tengah telur terdapat lingkaran darah yang gelap.
Sedangkan
telur yang embrionya hidup akan terlihat seperti sarang laba-laba. Pembalikan
telur dilakukan sampai hari ke-12. Selama penetasan mesin tidak boleh dibuka
kecuali untuk keperluan pembalikan atau mengisi cawan pengatur kelembaban.
Setelah 13–15 hari telur akan menetas.
D.
Pemeliharaan
Perawatan
Ternak
Setelah
penetasan, anak burung walet tidak berbulu dan sangat lemah. Anak burung walet
yan belum bisa makan sendiri perlu disuapi dengan telur semut (kroto segar)
tiga kali sehari. Selama 2–3 hari anak walet ini masih memerlukan pemanasan
yang stabil dan intensif sehingga tidak perlu dikeluarkan dari mesin tetas.
Temperatur boleh diturunkan 1–2 derajat/hari
dengan cara membuka lubang udara mesin. Setelah berumur ±10 hari saat bulu-bulu
sudah tumbuh anak walet dipindahkan ke dalam kotak khusus. Kotak ini dilengkapi
dengan alat pemanas yang diletakan ditengah atau pojok kotak. Setelah berumur
43 hari, anak-anak walet yang sudah siap terbang dibawa ke gedung pada malam
hari, kemudian diletakan dalam rak untuk pelepasan. Tinggi rak minimal 2 m dari
lantai. Dengan ketinggian ini, anak walet akan dapat terbang pada keesokan
harinya dan mengikuti cara terbang walet dewasa.
Sumber
Pakan
Burung
walet merupakan pencari makan sendiri, burung ibi adalah tipe burung liar.
Makanan burung walet adalah serangga-serangga kecil yang ada di daerah
pesawahan, tanah terbuka, hutan dan pantai/perairan. Agar mendapatkan hasil
sarang walet yang memuaskan, pengelola sangatlah perlu menyediakan makanan
tambahan terutama ketika musim kemarau.
Beberapa cara untuk mengasilkan serangga
adalah:
a. Menanam tanaman dengan tumpang sari.
b. Budidaya serangga yaitu kutu gaplek dan
nyamuk.
c. Membuat kolam dipekarangan rumah walet.
d. Menumpuk buah-buah busuk di pekarangan
rumah.
Pemeliharaan
Kandang
Apabila
gedung sudah lama dihuni oleh walet, kotoran akan menumpuk dilantai. Kotoran-kotoran
tersebut harus dibersihkan. Kotoran ini tidak dibuang tetapi dimasukan dalam
karung dan disimpan di gedung
E.
Hama dan penyakit
Hama
dan penyakit tentu memiliki dampak yang tidak baik untuk kesehatan dan hasil
sarang burung walet, beberapa hama dan penyakit
yang sering muncul di gedung adalah seperti berikut :
Tikus
Hama
ini sangatlah benar-benar menggangu dan dapat merugikan pengelola rumah walet,
karena tikus memakan telur, anak burung walet bahkan sarangnya. Tikus
mendatangkan suara gaduh dan kotoran serta air kencingnya dapat menyebabkan
suhu yang tidak nyaman. Cara pencegahan tikus dengan menutup semua lubang,
tidak menimbun barang bekas dan kayu-kayu yang akan digunakan untuk sarang
tikus.
Semut
Serangga
ini cukup menggangu, seperti semut api dan semut gatal memakan anak walet dan
mengganggu burung walet yang sedang bertelur. Cara pemberantasan dengan memberi
umpan agar semut-semut yang ada di luar sarang mengerumuninya. Setelah itu
semut disiram dengan air panas.
Kecoa
Kecoa
selain menyebarkan penyakit kepada manusia, binatang ini juga memakan sarang
burung sehingga tubuhnya cacat, kecil dan tidak sempurna. Cara pemberantasan
dengan menyemprot insektisida, menjaga kebersihan dan membuang barang yang
tidak diperlukan dibuang agar tidak menjadi tempat persembunyian.
Cicak
dan Tokek
Binatang
ini memakan telur dan sarang walet. Tokek dapat memakan anak burung walet.
Kotorannya dapat mencemari raungan dan suhu yang ditimbulkan mengganggu
ketenangan burung walet. Cara pemberantasan dengan diusir, ditangkap sedangkan
penanggulangan dengan membuat saluran air di sekitar pagar untuk penghalang,
tembok bagian luar dibuat licin dan dicat dan lubang-lubang yang tidak
digunakan ditutup.
F.
Masa Panen
Masa panen Sarang
burung walet dapat dilakukan apabila keadaannya sudah memungkinkan. Pemetikan
sarang burung walet diperlukan cara dan ketentuan tertentu agar hasil yang
diperoleh bisa memenuhi mutu. Apabila terjadi kesalahan dalam memanen akan
berakibat fatal bagi gedung dan burung walet itu sendiri. Ada kemungkinan
burung walet merasa tergangggu dan pindah tempat. Untuk mencegah kemungkinan
tersebut, para pemilik gedung perlu mengetahui teknik atau pola dan waktu
pemanenan.
Pola panen sarang
burung dapat dilakukan oleh pengelola gedung walet dengan beberapa cara, yaitu:
Panen
rampasan
Cara
ini dilaksanakan setelah sarang siap dipakai untuk bertelur, tetapi pasangan
walet itu belum sempat bertelur. Cara ini mempunyai keuntungan yaitu jarak
waktu panen cepat, kualitas sarang burung bagus dan total produksi sarang
burung pertahun lebih banyak. Kelemahan cara ini tidak baik dalam pelestaraian
burung walrt karena tidak ada peremajaan. Kondisinya lemah karena dipicu untuk
terus menerus membuat sarang sehingga tidak ada waktu istirahat. Kualitas
sarangnya pun merosot menjadi kecil dan tipis karena produksi air liur tidak
mampu mengimbangi pemacuan waktu untuk membuat sarang dan bertelur.
Panen Buang Telur
Cara
ini dilaksanankan setelah burung membuat sarang dan bertelur dua butir. Telur
diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Pola ini mempunyai keuntungan
yaitu dalam setahun dapat dilakukan panen hingga 4 kali dan mutu sarang yang
dihasilkan pun baik karena sempurna dan tebal. Adapun kelemahannya yakni, tidak
ada kesempatan bagi walet untuk menetaskan telurnya.
Panen
Penetasan
Pada
pola ini sarang dapat dipanen ketika anak-anak walet menetas dan sudah bisa
terbang. Kelemahan pola ini, mutu sarang rendah karena sudah mulai rusak dan
dicemari oleh kotorannya. Sedangkan keuntungannya adalah burung walet dapat
berkembang biak dengan tenang dan aman sehingga polulasi burung dapat
meningkat.
Adapun waktu panen
adalah:
Panen
4 kali setahun
Panen
ini dilakukan apabila walet sudah kerasan dengan rumah yang dihunidan telah
padat populasinya. Cara yang dipakai yaitu panen pertama dilakukan dengan pola
panen rampasan. Sedangkan untuk panenselanjutnya dengan pola buang telur
Panen
3 kali setahun
Frekuensi
panen ini sangat baik untuk gedung walet yang sudah berjalan dan masih
memerlukan penambahan populasi. Cara yang dipakai yaitu, panen tetasan untuk
panen pertama dan selanjutnya dengan pola rampasan dan buang telur.
Panen
2 kali setahun
Cara
panen ini dilakukan pada awal pengelolaan, karena tujuannya untuk memperbanyak
populasi burung walet.
H.
Pascapanen
Setelah hasil panen
walet dikumpulkan dalu dilakukan pembersihan dan penyortiran dari hasil yang
didapat. Hasil panen dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel yang
kemudian dilakukan pemisahan antara sarang walet yang bersih dengan yang kotor.
Pemisahan dilakukan agar nilai harga sarang burung walet tetap bagus.
PUSTAKA
Hidayati,
N. 2011. Implementasi Kebijakan Pengelolaan Burung Walet Habitat Alami Di
Kabupaten Ogan Komering Ulu Propinsi Sumatera Selatan. Program Studi Magister
Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro. Semarang.(Tesis)
http://www.aak-share.com/2015/04/cara-budidaya-sarang-burung-walet-agar.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar